Minggu, 18 Juli 2010

Tidak terasa sudah 10 tahun Kabupaten kuantan singingi berdiri, pasca pemekaran dari dari Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu) pada tahun 1999 yang lalu melalui Undang-Undang Nomor 53/1999. Kemaren senin, tanggal 12 Oktober 2009 dikibarkannya bendera merah putih, dan alunan lagu Indonesia Raya, disambut dengan gembiranya suasana saat apel pagi di berbagai instansi dan sekolah-sekolah di kuantan singingi.
Berbagai acara yang di galang oleh Pemda setempat untuk memeriahkan peringatan ulang tahun kabupatennya yang ke 10 ini. Banyak hal yang telah diupayakan untuk kemajuan ‘nagori’ selama 10 tahun silam. Banyak sudah pembangunan yang digerakkan demi tercapainya optimalisasi pelayanan terhadap masyarakat. Mungkin di hari Jadi Kabupaten Kuantan Singingi yang ke 10 ini, saatnya untuk meng-introspeksi apa-apa yang telah dilakukan dan di perbuat selama ini.
Moto “Memacu jalur” semoga dapat terwujud dalam tatanan kehidupan sehari-hari, baik di masyarakat maupun di kalangan Pemerintah Daerah sendiri.
Dalam rangka Ulang Tahun Kabupaten Kuantan Singingi yang ke-10 ini sangat banyak persoalan yang perlu dievaluasi, tetapi pada kesempatan ini paling tidak ada tiga catatan besar yang ingin saya sampaikan, antara lain: Pertama, perkuat sumber daya manusia dengan segera mengimplementasikan hak dasar masyarakat untuk menikmati pendidikan. Sebagaimana diketahui pemerintah pusat telah merealisasikan anggaran pendidikan 20 persen dalam APBN tahun 2009.
Langkah ini seyogiyanya mendapat dukungan dan semakin memperkuat Pemerintah Daerah Kuantan Singingi untuk bisa menuntaskan persoalan keterbelakangan pengetahuan bagi masyarakat. Masalah kehidupan ini intinya adalah masalah sumber daya manusia (SDM) di Kuantan Singingi. Jika komitmen utama adalah ingin merubah kualitas manusia menjadi lebih baik, maka kehidupan ini arahnya juga lebih baik. Sebenarnya dukungan kepemimpinan sudah ada, hal ini dapat di lihat dari telah terimplementasinya sekolah bertarap internasional (International Bording School) atau Sekolah Pintar yang telah dirintis semenjak kepemimpinan Bupati Drs H Asrul Jaafar.
Kedua, perkuat perekonomian dengan memberdayakan sendi-sendi perekonomian kerakyatan. Krisis global yang kita rasakan hingga saat ini telah membuktikan bahwa konsep liberalisasi perekonomian tidak menciptakan kestabilan perekonomian, tapi pada ketergantungan dengan pihak lain atau bahayanya adalah memberikan peluang beberapa individu untuk menjadi penentu penggerak perekonomian.
Di samping itu, tidak salah jika kemiskinan akan mendekatkan orang pada kekafiran. Kekafiran adalah sebagai bentuk pengingkaran terhadap arah-arah perbaikan. Susah menjadi baik bisa disebabkan karena lemahnya pemenuhan keperluan-keperluan mendasar. Oleh karenanya orang akan mudah menempuh segala cara untuk pemenuhan keperluan tersebut. Sehingga pembentukan masyarakat madani (civil society) akan jauh lebih sulit.
Ketiga, perkuat nilai ketahanan spiritual masyarakat/keimanan. Tidak kalah pentingnya dengan kedua masalah di atas. Keimanan menjadi hal dasar kepercayaan ma-syarakat untuk memberikan dorongan, inspirasi dan penanaman nilai yang menjadi penentu penyeimbang kestabilan antara realitas fisik dan rohani. Masyarkat Kuantan Singingi mempunyai modal untuk ini, sehingga akan lebih mudah untuk mengembalikan akan kesadaran keimanan yang sekarang menurut saya sudah mulai banyak ditinggalkan. Di sinilah benih timbulnya ukuran bahagia dan di sini pula pemisah kejernihan antara yang patut dan tidak patut.
Kehidupan Masyarakat kuantan singingi yang sangat kental dengan adat istiadat, tata cara pergaulan, dan norma-norma agama, telah menjadi identitas nagori, jangan sampai hilang digiling putaran waktu. Tata cara pergaulan muda-mudi yang semakin hari semakin menggila, budaya-budaya impor yang merusak akhlak dan moral ‘anak nagori’, semoga dapat kita bendung dengan Iman dan Ketakwaan kita beragama. Norma adat, dan agama adalah sebuah pegangan yang dilambangkan dengan ‘tali tigo sapilin’ pada lambang Kuantan Singingi.
Sebuah kata ‘salut’ terhadap prestasi pembangunan yang begitu pesat di berbagai penjuru wilayah Kabupaten Kuantan singingi. Fasilitas pelayanan terhadap masyarakat sudah boleh dikatakan merata, Namun apakah ‘kebodohan dan kemiskinan di Kabupaten ini sudah berkurang?’. Introspeksi diri bukan hanya pada golongan pemerintah saja, tetapi bagi semua warga negara ini, khususnya warga kabupaten kuansing. Yang terpenting dalam sebuah tatanan kehidupan adalah sebuah Kesadaran. Sadar akan hak, kewajiban, dan tanggung jawab, baik sebagai warga negara, maupun sebagai hamba yang sedang mengarungi Jembatan (dunia) terhadap hari esok (Akhirat).
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi setidaknya sudah dirasakan masyarakat, dengan adanya berbagai pelayanan informasi dan telekomunikasi. Kecanggihan Komputer dan internet sudah memudahkan masyarakat untuk memenuhi keperluan terhadap informasi dan berkomunikasi dengan sesamanya. Bravo juga buat pemda kuansing yang telah sukses membangun jaringan lokal Intranet, menggabungkan seluruh kecamatan yang ada di kabupaten kuansing.
Namun sebuah renungan untuk mengingat kembali makna pembangunan ini. Sudahkah kita mempergunakan semua fasilitas untuk hal-hal yang bermanfaat?. Ataukah kita terlena dengan keasyikan dunia teknologi dengan lupa akan kewajiban dan tanggung jawab?.